Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Teori Difusi Inovasi

Hasil gambar untuk kartu indonesia pintar

Program pemerintah Kartu Indonesia Pintar (KIP) tergolong program baru pemerintah periode Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang ditujukan untuk anak-anak yang masih duduk dibangku sekolah, dari sekolah dasar sampai sekolah Menengah Atas serta juga diperuntukkan untuk Madrasah, Pondok Pesantren, Kelompok Belajar (Kejar Paket A/B/C) atau Lembaga Pelatihan maupun Kursus. Dan saat ini program Indonesia Pintar semakin diperluas oleh pemerintah, tidak hanya untuk siswa yang kurang mampu tetapi juga diberikan untuk anak-anak yatim piatu. Total keseluruhan anak yatim yang akan menerima KIP di seluruh Indonesia pada tahun 2017 adalah 736.848 siswa. Sementara, total seluruh siswa penerima KIP pada tahun ini ditargetkan mencapai 17,9 juta siswa.

Program Indonesia Pintar melalui KIP adalah pemberian bantuan tunai pendidikan kepada seluruh anak usia sekolah (6-21 tahun) yang menerima KIP, atau yang berasal dari keluarga miskin dan rentan (misalnya dari keluarga/rumah tangga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera/KKS) atau anak yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Adapun Program Indonesia Pintar melalui KIP merupakan sebuah inovasi dari Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) sejak akhir 2014.

Kartu Indonesia Pintar (KIP) menjamin dan memastikan seluruh anak usia sekolah dari keluarga kurang mampu terdaftar sebagai penerima bantuan tunai pendidikan sampai lulus SMA/SMK/MA

  • Untuk tahap awal di 2014, KIP telah dicetak untuk sekitar 160 ribu siswa di sekolah umum dan juga madrasah di 19 Kabupaten/Kota. Untuk 2015, diharapkan KIP dapat diberikan kepada 20,3 juga anak usia sekolah baik dari keluarga penerima Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) atau memenuhi kriteria yang ditetapkan (seperti anak dari keluarga peserta PKH)
  • KIP juga mencakup anak usia sekolah yang tidak berada di sekolah seperti Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)  seperti anak-anak di Panti Asuhan/Sosial, anak jalanan, dan pekerja anak dan difabel. KIP juga berlaku di Pondok Pesantren, Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat dan Lembaga Kursus dan Pelatihan yang ditentukan oleh Pemerintah.
  • KIP mendorong pengikut-sertaan anak usia sekolah yang tidak lagi terdaftar di satuan pendidikan untuk kembali bersekolah.
  • KIP menjamin keberlanjutan bantuan antar jenjang pendidikan sampai tingkat SMA/SMK/MA.

Program Indonesia Pintar melalui Kartu Indonesia Pintar adalah salah satu program nasional (tercantum dalam RPJMN 2015-2019) yang bertujuan untuk: 
  • Meningkatkan angka partisipasi pendidikan dasar dan menengah. 
  • Meningkatkan angka keberlanjutan pendidikan yang ditandai dengan menurunnya angka putus sekolah dan angka melanjutkan. 
  • Menurunnya kesenjangan partisipasi pendikan antar kelompok masyarakat, terutama antara penduduk kaya dan penduduk miskin, antara penduduk laki-laki dan penduduk perempuan, antara wilayah perkotaan dan perdesaan dan antar daerah. 
  • Meningkatkan kesiapan siswa pendidikan menengah untuk memasuki pasar kerja atau melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi. 

Prioritas Penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP)
  • Anak usia sekolah (6-21 tahun) dari keluarga tidak mampu yang ditetapkan oleh pemerintah pada 2016.
  • Anak usia sekolah (6-21 tahun) dari keluarga pemegang Kartu Keluarga Sejahtera/KKS yang telah menerima bantuan Program Indonesia Pintar pada 2015 dari Kemdikbud dan Kemenag.
  • Anak usia sekolah (6-21 tahun) dari keluarga peserta Program Keluarga Harapan (PKH)
  • Anak usia sekolah (6-21 tahun) yang tinggal di Panti Asuhan/Sosial.
  • Siswa/santri (6-21 tahun) dari Pondok Pesantren yang keluarga/rumah tangganya memiliki KKS (khusus untuk PIP Kementerian Agama) maupun melalui jalur usulan Pondok Pesantren (sejenis FUM/Formulir Usulan Madrasah).
  • Anak usia sekolah (6-21 tahun) yang terancam putus sekolah karena kesulitan ekonomi
  • Dan/atau korban musibah berkepanjangan/bencana alam.


Dengan adanya program kartu indonesia pintar ini tentunya akan sangat bermanfaat untuk masyarakat Indonesia, terutama untuk anak-anak yang membutuhkan pendidikan tetapi kurang mampu dalam segi financial. Hal ini merupakan perubahan budaya bagi anak yang kurang mampu. Yang biasanya harus membantu kedua orangtuanya bekerja, dengan adanya program ini anak-anak tersebut  dapat menuntut ilmu. Melalui program ini, para orangtua tidak perlu khawatir tentang segala kebutuhan putra-putrinya selama bersekolah, seperti biaya atau iuran sekolah, serta perlengkapan yang dibutuhkan selama sekolah, karena dengan Kartu Indonesia Pintar ini anak-anak tersebut akan diberikan dana tunai dari pemerintah secara reguler. Sehingga dengan adanya program ini diharapkan tidak ada lagi anak-anak yang putus sekolah. Program ini juga mempunyai beberapa tujuan, diantaranya adalah untuk mencegah anak-anak yang putus sekolah karena kesulitan dalam financialnya, membantu anak-anak yang kurang mampu dalam memenuhi kebutuhan kegiatan pembelajaran serta untuk membantu merealisasikan cita-cita mereka.

Teori Difusi Inovasi
Difusi inovasi merupakan suatu inovasi yang dikomunikasikan melalui saluran-saluran tertentu dalam jangka waktu tertentu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Teori ini dipopulerkan oleh Everett Rogers pada tahun 1964 melalui bukunya yang berjudul “Diffusion of Innovations.”
           Sesuai dengan pemikiran Rogers, dalam proses difusi inovasi terdapat 4 (empat) elemen pokok, yaitu:
a) Inovasi; gagasan, tindakan, atau barang yang dianggap baru oleh seseorang. Dalam hal ini, kebaruan inovasi diukur secara subjektif menurut pandangan individu yang menerimanya. Jika suatu ide dianggap baru oleh seseorang maka ia adalah inovasi untuk orang itu. Konsep ’baru’ dalam ide yang inovatif tidak harus baru sama sekali. 
b) Saluran komunikasi; ’alat’ untuk menyampaikan pesan-pesan inovasi dari sumber kepada penerima. Dalam memilih saluran komunikasi, sumber paling tidakperlu memperhatikan tujuan diadakannya komunikasi dan karakteristik penerima. Jika komunikasi dimaksudkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kepada khalayak yang banyak dan tersebar luas, maka saluran komunikasi yang lebih tepat, cepat dan efisien, adalah media massa. Tetapi jika komunikasi dimaksudkan untuk mengubah sikap atau perilaku penerima secara personal, maka saluran komunikasi yang paling tepat adalah saluran interpersonal.
c) Jangka waktu; proses keputusan inovasi, dari mulai seseorang mengetahui sampai memutuskan untuk menerima atau menolaknya, dan pengukuhan terhadap keputusan itu sangat berkaitan dengan dimensi waktu. Paling tidak dimensi waktu terlihat dalam 
·         proses pengambilan keputusan inovasi
·         keinovatifan seseorang: relatif lebih awal atau lebih lambat dalammenerima inovasi, dan
·         kecepatan pengadopsian inovasi dalam sistem sosial.
d) Sistem sosial; kumpulan unit yang berbeda secara fungsional dan terikat dalam kerjasama untuk memecahkan masalah dalam rangka mencapai tujuan bersama.

Tahapan dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup:
  1. Tahap Munculnya Pengetahuan (Knowledge) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) diarahkan untuk memahami eksistensi dan keuntungan/manfaat dan bagaimana suatu inovasi berfungsi. Dalam tahap ini dimana disosialisasikannya orogram Kartu Indonesia Pintar melalui media massa, karena di zaman sekarang ini masyarakat lebih memilih akses informasi melalui media massa. Oleh karena itu, cara ini sangat efektif untuk memberitahu kepada masyarakat tujuan dan manfaat dari program Kartu Indonesia Pintar.
  2. Tahap Persuasi (Persuasion) ketika seorang individu (atau unit pengambil keputusan lainnya) membentuk sikap baik atau tidak baik. Pemerintah mengajak masyarakat Indonesia khususnya para orangtua untuk berpartisipasi dalam program Kartu Indonesia Pintar yang dimana program ini membantu dalam hal pendidikan anak-anak mereka.
  3. Tahap Keputusan (Decisions) muncul ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya terlibat dalam aktivitas yang mengarah pada pemilihan adopsi atau penolakan sebuah inovasi. Dalam tahap ini, dengan program Kartu Indonesia Pintar akan memunculkan sebuah keputusan bagi masyarakat yang sudah dibekali pengetahuan tentang penerapan dan fungsi dari penggunaan Kartu Indonesia Pintar, apakah masyarakat menerima atau tidak mengambil inovasi tersebut (mengabaikan inovasi yang sudah disosialisasikan).
  4. Tahapan Implementasi (Implementation), ketika sorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya menetapkan penggunaan suatu inovasi. Masyarakat menetapkan penggunaan program Kartu Indonesia Pintar apakah mereka berpartisipasi dengan mendukung program pemerintah tersebut.
  5. Tahapan Konfirmasi (Confirmation), ketika seorang individu atau unit pengambil keputusan lainnya mencari penguatan terhadap keputusan penerimaan atau penolakan inovasi yang sudah dibuat sebelumnya. Dalam tahap ini merupakan tahap dimana seseorang memikirkan kembali tentang keputusan yang sudah mereka ambil. Apakah keputusan tersebut sudah tepat atau tidak tepat, serta apakah keputusan tersebut memberikan dampak yang baik atau tidak terhadap mereka.


Adapun kaitannya program Indonesia Pintar dengan teori Difusi Inovasi yaitu bagaimana inovasi Kartu Indonesia Pintar (yang tadinya bernama BSM atau Bantuan Siswa Miskin) tersebut dapat disalurkan dengan saluran komunikasi,  baik melalui saluran interpersonal maupun saluran komunikasi yang berupa media massa seperti televisi, koran, radio dan lain – lain. Informasi mengenai KIP ini ditujukan dan di fokuskan untuk siswa/siswi dari sekolah dasar sampai menengah atas. Dengan disalurkan  dan di sosialisasikanya program tersebut keberbagai media, tentunya cara ini akan sangat efektif untuk memberi informasi kepada masyarakat untuk mengetahui seperti apa program KIP itu, dan tentunya akan lebih memudahkan untuk masyarakat Indonesia mengerti, dan memahami maksud dan tujuan dari program KIP.  
Karena program KIP ini sangat bermanfaat dalam membantu para anak-anak yang kurang mampu untuk terus melanjutkan pendidikannya sampai ke jenjang yang lebih tinggi serta merupakan suatu jembatan atau perantara bagi mereka dalam mencapai apa yang menjadi cita-cita mereka, sehingga tidak ada lagi anak-anak yang putus sekolah karena masalah financial.

Sumber:


Comments